OYO merupakan Start-up company di bidang hospitality dari India yang dikembangkan oleh Ritesh Agarwal sejak tahun 2013. OYO sendiri memiliki konsep berbeda dari kebanyakan accomodation start-up company lain, yaitu dengan menciptakan franchised hotel, dimana perusahaan ini awalnya tidak memiliki tempat akomodasi milik sendiri, melainkan bekerja sama dengan pemilik-pemilik penginapan kecil atau villa.
Dalam konsep ini, kualitas, kontrol, dan manajemen dipegang penuh oleh OYO Hotels melalui pengelolaan perhotelan berbasis teknologi. Menurut Sahabat Lerjo Simbolon selaku Asistant General Manager OYO Indonesia, dengan konsep tersebut semua kamar yang ditangani menerapkan standar yang ditetapkan oleh OYO. Berbeda dengan kompetitor, konsumen bisa melakukan komunikasi dengan penyedia kamar dengan cepat dan tak berbelit melalui teknologi yang dikembangkan. Misal Owner App yang memungkinkan pemilik hotel memantau operasional bisnis seperti arus kas, performa bisnis, harga, review pelanggan, dan rekomendasi secara mudah. (sumber: Mengenal Konsep Manchise dan Penggunaan Teknologi OYO Hotels, https://www.tribunnews.com/techno/2019/01/01/mengenal-konsep-manchise-dan-penggunaan-teknologi-oyo-hotels.)
Kehadiran OYO di Indonesia bukan menjadi pesaing para pemain OTA (Online Travel Agent) yang sudah lebih dahulu hadir, melainkan sebagai mitra distribusi. Sebab, OYO merasa kompetitornya merupakan jaringan hotel budget yang sudah memiliki reputasi besar, seperti Accor, Pop Hotels, Tauzia Hotel, Harris, dan masih banyak lagi. Dari pandangan tersebut, pola bisnisnya adalah pemilik properti yang bermitra dengan Oyo akan beroperasi mengadopsi model manchise (manajemen dan franchise). Kontrol dan manajemen hotel akan dipegang penuh Oyo. Properti yang beroperasi dengan perjanjian sewa atau mengizinkan pemilik properti menjalankan properti mereka dalam kesepakatan franchise. Untuk keuntungan, OYO mengambil porsi 20% dari total pendapatan hotel untuk skema perjanjian sewa. Seluruh manajemen hotel akan dipantau dari aplikasi. OYO menyediakan lima jenis aplikasi untuk kebutuhan yang berbeda-beda. Ada Krypton, OYO Owner, Co OYO, Oyo OS, dan OYO: Branded Hotels untuk konsumen. (sumber: https://www.tagar.id/profil-oyo-indonesia-startup-asal-india-rajai-dunia)
Dari sini dapat kita simpukan berbeda dengan OTA yang lain, OYO lebih memanfaatkan sistem Manchise dalam bisnisnya, sehingga mereka dapat mengurangi beberapa resiko kerugian yang signifikan ketika OTA lain lebih memilih untuk bekerja sama dengan hotel ternama dan mengambil profit dalam setiap bagian kamarnya tanpa mengelola hotel/tenant tersebut.
Untuk modelan struktur organisasi yang paling tepat untuk OYO sendiri adalah model struktur situasional, dengan membangun struktur organisasi tersendiri di setiap negara dan setiap report yang terjadi akan me-linked langsung ke perusahaan utama yang ada di India.
(sumber: Google.)
Di awal tahun 2020 atau awal diberlakukannya PSBB, OYO sempat mengalami penurunan revenue hingga 60% yang menyebabkan sebagian besar dari pelanggan meminta refund terhadap pihak OYO sendiri. Bahkan, masalah refund ini sempat menjadi trending topic di media sosial, dikarenakan lambatnya pihak perusahaan dalam pelayanan konsumen juga refund.
Carlo Ongko, Head of Country Operations OYO Hotels and Homes mengatakan tidak ada negara dan industri yang imun dari dampak Covid-19, termasuk OYO Indonesia. Secara umum fokus perusahaan saat krisis berlangsung adalah untuk memastikan sumber pendapatan terus optimal, baik dari sisi bisnis akomodasi maupun non akomodasi, sembari terus memastikan OYO tetap memberikan layanan terbaik bagi para pelanggan. Pandemi ini juga mendorong pelaku industri hospitality untuk beradaptasi terhadap “new normal” termasuk perubahan kebijakan dan perilaku masyarakat. OYO juga tengah fokus untuk terus memaksimalkan teknologi dan inovasi di setiap lini bisnis serta merumuskan dan menerapkan prosedur baru yang sesuai dengan protokol kesehatan selama normal baru; baik akomodasi maupun non akomodasi, guna memastikan bahwa bisnis kami tetap dapat berjalan dan relevan dengan masyarakat baik di tengah pandemi saat ini maupun setelah pandemi ini berakhir. (sumber: https://traveling.bisnis.com/read/20200912/361/1290750/begini-manajemen-krisis-oyo-saat-pandemi.)
Ada pula Strategi Formulation yang dapat dilakukan CEO OYO adalah dengan memanfaatkan pandemi ini dengan promotional package yang menarik namun tetap dengan protokol yang berlaku, seperti 'Lockdown staycations' dimana OYO dapat membuat paket stay selama 7-14 hari denan tawaran-tawaran yang membuat konsumen merasa bahwa mereka bisa menikmati lockdown tanpa merasa bosan karena terus berada di tempat yang sama. Atau dengan membuat family package dengan ketentuan jumlah yang masih dapat di toleransi sesuai dengan aturan yang telah di tetapkan.
Untuk memulihkan bisnis perusahaan di tengah pandemi ini, OYO telah memiliki tujuh strategi melalui program kualifikasi yang dinamakan 'Sanitized Stay’. Sebagai program jangka panjang, Sanitized Stay merupakan bagian dari komitmen OYO untuk terus memberikan rasa aman dan tenang bagi konsumen. Program ini juga untuk membantu bisnis mitra hotel agar dapat terus berjalan di tengah pandemi, dengan memastikan penerapan protokol kesehatan dan keselamatan dalam operasional hotel secara komprehensif mulai dari proses check-in hingga check-out. Tujuh strategi dari program Sanitized Stays, antara lain adalah:
1. Lingkungan higienis.
2. Keamanan tamu.
3. Keamanan staf.
4. Kontak fisik minimal.
5. Staf yang terlatih.
6. Penerapan social distancing.
7. Saluran bantuan darurat dan rute rumah sakit terdekat.
Selain itu, perusahaan menemukan sejumlah tren baru seperti durasi
penginapan ke arah long stay . Rata-rata menginap tamu yang sebelumnya
satu hingga tiga hari menjadi tujuh sampai 14 hari. Lalu tren pemesanan
kamar secara online menjadi lebih diminati dibandingkan sebelum pandemi.